Menjaga Kebersihan Menurut Ayur Veda


MERANGKAI BUTIR PERMATA DARI TIMUR TENTANG  KESEHATAN MENURUT PERSPEKTIF AYUR VEDA  : Sebuah Upaya Menciptakan Keseimbangan Badan Secara jasmani dan Rohani

Oleh :
Untung Suhardi



Pendahuluan
 Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat menuntut seseorang dalam melakukan sebuah tindakan yang mampu mensejahterakan setiap individu dalam melakukan pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga tercipta keharmonisan diri dalam aspek rohani dan jasmani. Dalam pemenuhan kehidupan seseorang dihadapkan pada sebuah kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makan, minum, kebutuhan biologis termasuk hubungan suami istri. Selain itu, adanya sebuah kebutuhan untuk lingkungan yang steril dari pencemaran yang sekarang sangat hangat dibicarakan seperti, pembuangan sampah sembarangan, bahan pengawet yang ada dalam kandungan makanan yang sangat berpengaruh pada kesehatan kita. Dengan demikian adanya pola lingkungan yang demikian komplek sangat berpengaruh terhadap kehidupan rohani seseorang dan yang terjadi adalah sebuah hambatan dalam mengerjakan peribadahan kepada pencipta, seperti adanya kesehatan yang terganggu karena pola makan yang tidak teratur, sehingga yang terjadi adalah munculnya berbagai macam penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Namun dilain sisi bahwa banyak sekali program pemerintah yang menawarkan kesehatan dan hidup layak seperti adanya program kartu sehat yang sedang digalakan oleh pemerintah sekarang ini dengan harapan bahwa kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan sehingga berimbas pada meningkatnya produktifitas kerja.
Fenomena yang terjadi dewasa ini banyak ditemukan sebuah pemahaman baru dalam menentukan pola hidup baik itu di pedesaaan maupun perkotaan. Hal ini terlihat ketika banyak pusat-pusat kebugaran baik itu yang bersifat tradisional maupun modern sampai dengan adanya pusat yoga dan makanan yang menawarkan kuliner-kuliner vegetarian. Ditengah glamoritas dan tren yang sekarang berkembang banyak orang yang beralih untuk menu dan kebiasaan yang sehat seperti adanya olahraga, kebiasaan yoga dan makanan yang tradisional. Karena sebagian orang merasa yakin bahwa dengan melakukan kebiasaan tersebut dapat meningkatkan kesehatan dan produktifitas dalam melakukan kehidupan. 
Bertolak dari pemahaman ini bahwa dalam kitab Ayurveda menawarkan tentang sebuah ilmu yang sudah terpendam lebih dari 5000 tahun[1]. Kitab ini menceritakan tentang adanya sebuah pemahaman yang holistik tentang adanya pengobatan yang menyangkut keseimbangan badan dan rohani. Kitab Parasara Dharmasastra menyebutkan bahwa dalam empat masa, yaitu Kreta, Treta, Dvapara, dan Kali, peraturan-peraturan Manu, Gautama, Sankhalikhita, dan Parasara masing-masing merupakan otoritas tertinggi pada zamannya.
Manusia sebagai agent of development tidak dapat mentransfer kebiasaan-kebiasan dari suatu masa ke masa yang lainnya begitu saja, tanpa mengadakan perubahan dan penyesuaian. Gagasan-gagasan moral mengenai hubungan-hubungan sosial tidak bersifat absolut, tetapi bersifat relatif terhadap kebutuhan dan kondisi dari jenis masyarakat yang berbeda. Walaupun dharma bersifat absolut, ia tidak mempunyai isi yang absolut dan menembus batas waktu. Satu-satunya yang kekal dengan moralitas manusia adalah hasrat manusia untuk menjadi lebih baik. Akan tetapi waktu dan kondisi menentukan ‘apa yang lebih baik’ dalam setiap situasi. Status kesepakatan-kesepakatan sosial tidak bisa dinaikkan menjadi peraturan-peraturan absolut tanpa mempertimbangkan situasi-situasi nyata. Tidak terdapat suatu tindakan manusia positif yang dapat dikatakan secara apriori sebagai sesuatu yang benar atau salah tanpa memperhatikan kondisi tempat tindakan itu dilakukan.
Bentuk-bentuk tindakan dianggap baik atau buruk pada tahapan peradaban berbeda, bergantung apakah itu meningkatkan atau menghambat kebahagiaan manusia. Institusi-institusi dan dogma-dogma yang kehilangan materi kehidupan harus dibuang. Kebenaran-kebenaran yang menembus batas waktu memanifestasikan dirinya dalam hal-hal baru, yang selalu muncul dalam hidup. Masyarakat mempunyai hak untuk menolak hukum-hukum yang tidak cocok, bahkan jika hukum-hukum itu dibolehkan dalam kitab-kitab suci. Hukum dibuat dan dicabut ketika waktu mengharuskannya. Etika dan hukum mencerminkan gagasan-gagasan dan kepentingan-kepentingan dari tahapan evolusi tertentu dan menjadi sangat resisten terhadap perubahan ketika mereka mendapat kedudukan istimewa melalui keterkaitannya dengan agama.
Fleksibilitas sosial telah menjadi karakter utama Hindu-Dharma. Maka oleh karena itu, mempertahankan sanatana dharma tidaklah dilakukan dengan berdiam diri saja, tetapi dengan menguasai prinsip-prinsip vital dan menerapkannya dalam kehidupan modern.
Semua pertumbuhan yang benar memelihara persatuan sepanjang perubahan-perubahan terjadi. Maka ketika perubahan-perubahan berlangsung masyarakat tidak merasakan secara drastis karena terdapat ‘kekuatan’ yang menyatukan, menggabungkan materi baru dan mengendalikannya. ‘Kekuatan’ itu adalah keyakinan hakiki pada sanatana dharma. Kekuatan itu pulalah yang mencegah tatanan sosial tidak terpecah-pecah, dan pemikiran sosial tidak menjadi kacau. Suatu bangsa yang maju akan senantiasa mampu memberikan makna bagi pengalaman-pengalamannya di masa lalu. Prinsip-prinsip dharma dalam skala nilai harus dipertahankan di dalam dan melalui tekanan-tekanan pengalaman baru. Hanya dengan jalan itu akan terbuka kemungkinan untuk mencapai kemajuan sosial yang integral atau seimbang.
Kaum intelektual Hindu harus memperkenalkan perubahan-perubahan, mengelola sedemikian rupa sehingga membuat Hindu-Dharma relevan dengan situasi-situasi modern. Perubahan-perubahan itu adalah dampak masuknya kekuatan-kekuatan baru ke dalam masyarakat antara lain: industrialisasi ke dalam sektor agraris, penghapusan hak istimewa dengan pola kemanfaatan bersama, masuknya orang-orang non Hindu ke dalam masyarakat Hindu, emansipasi wanita versus otoritas lelaki, dan percampuran ras/ suku/ agama melalui perkawinan. Masyarakat yang maju dalam iklim perubahan akan tercapai bila kondisi ideal lebih baik dari pada kondisi aktual. Artinya, pemikiran-pemikiran cemerlang dari kaum intelektual mampu membuahkan gagasan baru, inovasi, dan kreasi, baik dalam iptek maupun dalam tatanan sosial.
Mereka hendaknya selalu berorientasi pada pelayanan masyarakat dengan integritas intelektual. Mereka terlebih dahulu harus menciptakan kesadaran sosial dan rasa tanggung jawab tinggi pada dirinya. Untuk dapat berperan seperti itu maka Max Muller, dengan mengutip Vedanta menyatakan bahwa para cendekiawan perlu memperhatikan unsur-unsur kesehatan dalam arti luas, dengan prioritas utama pada kesehatan spiritual, kemudian berturut-turut disusul oleh kesehatan emosional, kesehatan inteligensi, dan kesehatan fisik. Penjelasan lebih lanjut, mengarah pada pentingnya setiap orang untuk memahami filsafat agama yang dipeluknya, serta mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, sebagai dasar untuk mendapatkan kestabilan emosional yang terkendali baik.
Setelah itu akan tumbuh keinginan mengembangkan intelektual untuk mencapai kualitas kehidupan yang makin tinggi. Ketiga unsur dasar itu akan berperan besar pada terwujudnya kesehatan phisik. Ia menyebut keempat unsur itu sebagai resep mencapai ‘Living Healthy’. Seorang cendekiawan dan filsuf Hindu tersohor, Ramakrishna Paramahamsa mengenalkan semboyan: ‘Simple living, and high thinking’ yakni pola hidup yang sederhana dalam pengertian konsumsi kebendaan sebagai apa adanya, serta pengendalian diri yang penuh, namun senantiasa berpikiran cemerlang dan upgrade dalam kualitas iptek dan pelayanan masyarakat. Semboyan ini telah menjiwai para pemimpin India, sehingga mereka mampu membawa negaranya ke kemajuan yang pesat.
Dalam Brhadaranyaka Upanisad telah ditegaskan bahwa nilai-nilai kebenaran subjektif hanya akan diperoleh bila aspek spiritual diunggulkan dalam kehidupan manusia. Penegasan ini diaplikasikan oleh filsuf Hindu terkenal Adi Sankaracarya, yang menyatakan bahwa aspek spiritual sangat besar pengaruhnya pada nalar manusia. Bila demikian ia akan berguna bagi kesejahteraan bersama dalam kehidupan manusia yang harmonis dengan Hyang Widhi (Parhyangan), dengan sesama manusia (Pawongan), dan dengan alam semesta (Palemahan). Ketiga keharmonisan ini disebut “Trihita Karana”. Nilai-nilai kebenaran objektif seperti ini kemudian berkembang menjadi darsana, yaitu sebuah pandangan realitas logis, yang berlandaskan observasi konseptual setelah melalui tes dalam kehidupan manusia. Bagi mereka yang merasa masih belum mendapatkan atau masih ragu pada nilai-nilai kebenaran, dapat meminta guru spiritual yang dipercaya memberikan pencerahan yang bersumber dari Veda.

Sejarah Ayurveda
Ayurveda adalah konsep atau ilmu kesehatan yang tercatat di dalam “veda”[2], kitab sastra tertua di dunia, pada 4000 tahun yang lalu. Dalam bahasa sansekertaa, Ayur berarti kehidupan sedangkan Vedaberarti pengetahuan, sehingga "Ayurveda" secara harfiah bermakna Ilmu Kehidupan.  Prinsip dasar dari Ayurveda adalah mencegah timbulnya penyakit dengan menjaga keseimbangan tubuh, pikiran, jiwa dan lingkungan. Konsep kesehatan Ayurveda telah mencakup seluruh sistem kehidupan manusia sehingga menjadikan Ayurveda sebagai sistem pengobatan dan perawatan kesehatan terlengkap di dunia.
Ayurveda berasal dari India dan telah tersebar luas ke Mesir, Yunani, Timur Tengah dan Roma. Pada 700 tahun sebelum masehi, para ilmuwan dari daratan Cina telah mempelajari Ayurveda di India. Para biksu-biksu budha juga turut memperkenalkan obat-obatan Ayurveda ke berbagai negara seperti Tibet, Birma, Cina dan Jepang. Obat-obatan dan herbal yang berasal dari daratan Cina dan begitu terkenal saat ini, juga merupakan bagian dari konsep kesehatan Ayurveda. Prinsip dasar dari Ayurveda adalah mencegah timbulnya penyakit dengan menjaga keseimbangan tubuh, pikiran, jiwa dan lingkungan. Konsep kesehatan Ayurveda telah mencakup seluruh sistem kehidupan manusia sehingga menjadikan Ayurveda sebagai sistem pengobatan dan perawatan kesehatan terlengkap di dunia saat ini.
Ayurveda secara khusus menggunakan tumbuhan untuk membenahi ketidakseimbangan yang terjadi pada tubuh manusia sebelum berkembang menjadi penyakit. Dengan menggabungkan beberapa jenis tumbuhan/herbal, Ayurveda telah terbukti mampu mengatasi berbagai gangguan kesehatan yang tejadi pada tubuh manusia. Saat ini, Ayurveda telah banyak dipergunakan dalam sistem pengobatan modern. Hal ini dipicu oleh banyaknya penelitian-penelitiah ilmiah yang dilakukan dan telah membuktikan betapa efektifnya peran tumbuh-tumbuhan/herbal pada kesehatan manusia. Dimanapun kita berada di muka bumi pada saat ini, dapat kit alihat dan rasakan betapa parahnya dampak kehidupan modern yang merusak lingkungan dan alam kehidupan kita ini. Sebagai manusia modern kita juga sudah sangat memahami bahwa kualitas kesehatan kita sangatlah terpengaruh dengan dampak-dampak negatif tersebut, seperti polusi udara, air, makanan dan gaya hidup yang tidak sehat. Udara yang kita hirup sudah terkontaminasi oleh asap industri, asap kendaraan bermotor, yang pada umumnya mengandung unsur-unsur logam berat yang berbahaya seperti timah, mercury dan lain-lain. Air yang menjadi kebutuhan pokok dan sumber kehidupan kita telah pula tercemar oleh limbah-limbah industri bahkan telah mengarah pada peningkatan serius kadar bahan kimia berbahaya yang pada akhirnya akan mencemari pula ikan dan makanan laut lainnya. Makanan yang kita konsumsi telah terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia yang tidak diperlukan, bahkan berbahaya bagi kesehatan yang umumnya berupa penyedap rasa (vitsin), pewarna dan pengawet. Begitu pula buah-buahan dan sayur-sayuran, yang seharusnya merupakan makanan yang sehat dan bermanfaat juga telah tercemari oleh residu kimia dari penggunaan pestisida.

Makanan Satwika
Hasil penelitian membuktikan 80% - 90% penduduknya sehat dan terhindar dari penyakit berbahaya karena sejak lama mereka menjalankan pola makan vegetarian. Menurut Hendry perkumpulan ahli gizi mulai merubah pola hidup empat sehat dengan komposisi padi-padian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan. Susu tidak lagi penting untuk manusia karena komposisi zat gizi pada susu telah digantikan pada kacang-kacangan. Sedangkan, kebutuhan lemak dalam tubuh teláh digantikan dengan konsumsi kacang-kacangan. Menurut dia, kandungan lemak dan kacang kacangan bahkan memberi efek lebih baik karena lemak nabati merupakan lemak tak jenuh. Demikian juga dengan kebutuhan protein. Kedelai sebagai sumber protein akan menggantikan asupan protein yang biasanya didapat dapat telur ataü susu. Dia menambah kandari hasil penelitian ahli gizi membuktikan bahwa konsumsi daging dan susu dalam jangka waktu lama akan berpotensi untuk merusak organ tubuh dan menyebabkan penyakit jantung koroner. Keunggulan makanan vegetarian berkaitan dengan persenyawaan yang dikandungnya, khususnya senyawa senyawa bioaktif yang mempunyai efek kesehatan, dan dikenal sebagai fitokimia. Menurut Prof. Bernhard Watzi dari Institute of Nutritional Physiology (FRCN) Karishure Jerman, fitokimia terdiri dari karotenold, filosteral, saponin, polifenol, protease Inhibitors, monoterpen, dan fitoestrogen sulfida. Fitokimia memberikan aroma khas, rasa dan warna tertentu pada tanaman. Uraian tentang senyawa-senyawa fitokimia tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: a) Karotenold, Karotenold mempunyai warna kuning sampai merah yang memberikan warna tertentu pada buah-buahan dan sayur-sayuran, misalnya pada tomat, wortel, cabai, bayam, dan kangkung. Persenyawaan ini terdiri dari lycopen, alfa dan beta karoten, xanthofll, lutein, zeaxanthin dan kriptoxanthin. Khasiat utama karotenold àdalah sebagai antioksidan. b) Fitosterol, Fitosterol yang utama adalah beta-altosterol, stigmasterol dan campe-sterol. Fitosterol berperan menghambat penyerapan kolesterol, sehingga dapat menurunkan penyerapan kolesterol total. Sumber utama fitosterol adalah biji-bijian dan minyak nabati. c) Saponin, Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Sumber utama saponin adalah biji bijian, khususnya kedele. Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal. d) Polifenol, Polifenol adalah asam fenolik dan flavonold. Palifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayuran serta biji-bijian. Rata-rata manusia bisa mengkonsumsi polifenol dalam seharinya sampai 23 mg. Khasiat dari polifenol adalah antimikroba dan menurunkan kadar gula darah.
e) Fitoestrogen, Fitoestrogen terdiri dari Isoflavon dan Iignin. Fitoestrogen banyak terdapat pada biji-bijian dan kacang-kacangan, khususnya kedelai. Fitoestrogen dapat menghambat kanker payudara dan diduga dapat menunda masa menopause pada wanita. f) Sulfida, Sulfida lebih identik dengan senyawa sulfur pada bawang putih. Selain pada bawang putih, sulfida juga terdapat pada bawang merah. Sulfida dapat menghambat pertumbuhan mikroba. g) Monoterpen, Monoterpen merupakan senyawa volatif yang terdapat pada tanaman. Monoterpen yang terkenal adalah menthol (peppermint), carvon dan Ilmonen. Monoterpen dapat menghambat pertumbuhan kanker, khususnya payudara. h) Protease Inhibitor, Protease Inhibitor yang banyak diteruman adalah sejenis tripsin Inhibitor. Sumber utama proteade Inhibitor adalah kacang--kacangan khususnya kedele. Protease Inhibitor juga berkhasiat sebagai antikanker.
Makanan Satwika tidak hanya berarti makanan yang dikonsumsi lewat mulut saja, tetapi juga udara bersih yang dihirup lewat hidung, pemandangan indah yang ditatap lewat mata, suara suci yang didengar lewat telinga, dan objek suci yang disentuh lewat kulit dan tangan. Semua objek Indera tersebut, tempat, dan waktu sangat berpengaruh terhadap keseimbangan mental, ketenangan hati, dan kesederhanaan pikiran dan prilaku kita. Karena itu, semua alat-alat Indera tempat masuknya rangsangan mesti dikendalikan. Tanpa pengendalian, manusia akan jatuh ke taraf binatang. Semua itu harus dibiasakan, bukan sekedar bisa, karena semua orang memang bisa mengendalikan nafsunya, namun tidak jarang hanya sesaat.
Hippocrates, filosof Yunani yang hidup sekitar tahun 500 SM menyerukan, “Let food be your medicine and medicine be your food!”. Para filosof kuno di Asia Timur juga menyebutkan makanan dan obat sesungguhnya memiliki sumber yang sama. Atas dasar itu, sudah seharusnya manusia mengkonsumsi makanan yang menyehatkan fisik dan psikisnya, seperti makanan yang kaya akan vitamin, mineral, fitokimia, serta senyawa-senyawa bukan gizi (non nutritives) dan faktor-faktor penopang kesehatan lainnya.
Makanan satwika bebas dari unsur kekerasan dalam proses penyediaan dan pengolahannya, karena itu hanya mencakup makanan non-daging. Namun tidak semua makanan nabati (vegetarian) tergolong makanan satwika, karena makanan nabati pun ada memuat sifat rajasika dan tamasika. Makanan yang segar, kelapa, lalapan, umbi-umbian adalah makanan satwika. Tepung, susu, dan kacang-kacangan juga satwika. Seluruh makanan yang membuat tubuh dan pikiran menjadi sehat secara fisik dan psikis adalah makanan satwika. Kedelai, sebagai contoh, adalah makanan sattwika yang sangat kaya akan fitokimia. Bahan tersebut merupakan sumber protein, kalsium, serat, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, seng, magnesium, dan fosfat. Selain itu, kedele juga mengandung isoflavon, khususnya genistein, yang bersifat antioksidan dan anti-tumor kuat. Sekarang ini senyawa tersebut digunakan untuk pencegahan dan penanganan kanker payudara dan prostat. Kedele juga mengandung lesitin, yang memiliki sifat emulsif terhadap lemak, sehingga mampu menormalisasi kadar lemak dalam darah dan mengakibatkan kondisi badan menjadi lebih segar. Pada akhirnya, mengkonsumsi makanan satwika sangat penting untuk pemurnian pikiran dan penyembuhan tubuh, serta menyeimbangkan unsur api, air, dan udara (tridosha) di dalam tubuh kita. Namun, orang sekarang cenderung doyan akan makanan rajasika dan tamasika, yang menyebabkan munculnya generasi yang agresif, seperti makanan terlalu pedas, terlalu panas/ dingin, berlemak, gorengan, makanan cepat saji, dan makanan yang berisi zat-zat aditif yang menyebabkan kenikmatan berlebih. Menurut konsepsi “pasuk-wetu” di Bali, apa yang akan keluar (tingkah laku) tergantung pada apa yang masuk (konsumsi). Karena itu, agar kita sehat fisik dan spiritual, maka semestinya menjalani pola hidup dan pola makan yang sehat, yang secara umum akan membangkitkan sifat-sifat satwika di dalam diri kita. Makanan yang akan membangkitkan karakter satwika adalah makanan yang juga memiliki sifat satwika, seperti makanan segar, bebas kolesterol, bebas pestisida, bebas bahan-bahan aditif yang berbahaya dan beracun, tidak menyebabkan ketagihan, bebas dan perilaku penyiksaan, dan diolah dalam suasana yang menyehatkan, baik sifik maupun spiritual.
Tanpa kita sadari banyak hal yang kita dapat petik hikmahnya dalam persembahan dalam ajaran agama hindu (sanatana dharma) pada kususnya di Bali. Yang kita bahas disini adalah persembahan berupa buah-buahan, secara Ilmiah buah (pada umumnya) sangat bermanfaat bagi kesehatan ,ada tiga golongan atau sifat makanan menurut ajaran weda yaitu pertama satwika (yang menyebabkan manusia “Relatip suci, cerah, tenang, bebas dari dosa, me-lahirkan pengetahuan dan kesenangan duniawi (Bg.14.6, 9, dan 11).”, Rajasika (besifat penyebab nafsu), kedua Rajasika (menyebabkan manusia bersifat “Banyak keinginan dan tidak terkendali, kerja keras secara pamerih dan melekat pada hasil kerja (Bg.14.7,9 dan 12).”), ketiga Tamasika (menyebabkan manusia bersifat “Mengkhayal, tidak waras, lengah, suka tidur, lamban dan bodoh (Bg.14.8, 9 dan 13).”)
Didalam weda disebutkan bahwa Makanan yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan ,padi-padiaan,susu dan lain sejenisnya merupakan makanan yang bersifat Satwika, buah-buahan adalah salah satunya makanan pelengkap yang sehat yang diakui kedokteran modern. Apakah pernah terbayang  di dalam pikiran anda bahwa persembahan buah adalah sebuah kearifan leluhur kita untuk menerapkan hidup sehatMungkin kita belum sempat berpikir sejauh itu dan atau berpikir secara ilmiah, sejauh ini mungkin kita memaknai persembahan buah hanya sebatas sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Ida sang Hyang Widhi Wasa yang dilimpahkan kepada kita, namun lebih dari itu persembahan buah akan lebih bermakna lagi jika kita memaknai dari segi cara hidup sehat
Coba bayangkan sejenak!!!! Kita atau Orang Tua kita membeli buah untuk membuat banten , terkadang jumlahnya tidak sedikit jika upakaranya dalam sekala besar, pada umumnya mungkin Orang tua kita beli buah apel 2 Kg, Buah Pear 1 Kg, Jeruk 2 Kg , dan lain-lain,perayaan hari-hari suci begitu sering, kusunya di Bali yang memiliki beraneka ragam perayaan keagamaan, dalam sebulan bisa mencapai 3 kali atau hampir seminggu sekali.  Sepintas berpikir, “apakah Tuhan membutuhkan Buah-buahan dan kenapa kita mempersembahkan buah?  Tetapi kita akan bangga bila kita mengetahui makna dan tujuan sebenarnya.
Tujuan yang utama adalah untuk mengungkapkan rasa puji syukur kehapan Tuhan yang maha Esa atas Rahmat dan Karunianya. Persembahan tersebut kemudian dimohonkan untuk diberkati untuk selanjutnya dapat kita nikmati. seperti Sabda Tuhan didalam Bahagavad Gita  ‘’Yang baik makan setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi sendiri, mereka ini sesungguhnya makan dosa. ‘’ (BG. III.13). Namun dibalik itu ada hal-hal yang mungkin lebih bermakna dari itu, kita sama-sama tahu bahwa buah bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan bisa menggiurkan air ludah, dengan mempersembahkan buah-buahan secara otomatis kita sudah menerpakan hidup sehat,Kenapa Demikian? Sudah jelas jawabanya… Buah-buahan yang kita persembahkan adalah untuk dimakan setelah dipersembahkan bukan untuk dibuang. Kita makan bersama keluarga , bahkan kita bagi - bagi ke oarng lain atau tetangga. Secara tidak sadar atau sadar setiap kita atau orang tua kita  mau sembahyang pada umunya jika  ada odalan di pura / merajan, mau tidak mau pasti akan membeli buah walopun tidak ada paksaan, orang miskin sekalipun kalo untuk dipake persembahan atau banten pasti iklas membelinya meskipun tidak semeriah si kaya. Odalan sering dilaksanakan di pura-pura baik merajan maupun kahyangan tiga ataupun ke pura-pura beasar lainya , berarti kita semakin sering bisa makan buah-buahan. Adakah didalam sloka yang menyebutkan hal tersebut di dalam Veda? Hal tersebut mengacu pada sloka yang berbunyi ” buah-buahan atau makanan apa yang anda sukai hendaklah itu yang dipersembahkan dan  sebelum dimakan hendaklah dipersembahkan terlebih dahulu ”.  Hal ini menandakan bahwa dalam mendapatkan sesuatu kita harus melakukan sebuah karya yang dalam hal ini kita harus persembahkan kepada Tuhan sebagai wujud atas anugerah  yang telah diberikan diberikan kepada kita.

Menjaga Kebersihan menurut Ayur Veda
Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari sangatlah berpengaruh pada sebuah kebiasaan yang sangat berpengaruh pada jam biologis dari badan. Hal awal yang dilakukan adalah pada saat kita bangun pagi harus lebih awal yaitu ketika matahari belum terbit yaitu pada pukul 04.00 WIB. Kemudian berdoa kepada Hyang Widhi yang telah menjaga tidur kemudian membersihkan tempat tidur dan cuci muka. Setelah itu kemudian minum air putih untuk membersihkan ginjal dan pencernaan. Dalam kasus ini banyak orang yang beranggapan bahwa ketika pagi hari di sering minum kopi atau teh padahal kebiasaan ini tidak baik dalam khasanah ayur veda karena pada saat pagi hari tubuh kita sedang melakukan detoksinasi atau mengeluarkan racun dari tubuh, sehingga hal yang harus dilakukan adalah dengan minum air putih untuk membantu pencernaan kita dalam membuang kotoran itu. Selain itu, seseorang harus terbiasa melakukan meditasi dan yoga setelah membersihkan  diri, pelaksanaan meditasi ini paling sedikit adalah 15 menit karena untuk keseimbangan pikiran dari pengaruh kehidupan duniawi.
Kehidupan manusia yang tidak lepas dari pengaruh kemahakuasaan Hyang Widhi, dalam ajaran Hindu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek nyata atau “skala” dan aspek tidak nyata atau “niskala”. Aspek skala adalah sesuatu yang jelas dan langsung dapat dilakukan melalui hasil berpikir (cognitive) yang juga menghasilkan emosi dan perilaku, kemudian dapat dirasakan melalui pengindraan.
Aspek niskala mengandung keyakinan pada ajaran agama yang mempengaruhi ketentraman batin melalui vibrasi-vibrasi kesucian yang hasilnya tidak dapat dirasakan melalui pengindraan. Keduanya tidak terpisahkan dan oleh karena itu perlu diperhatikan secara bersama-sama. Dalam konteks pola hidup bersih dan sehat terdapat pula aspek skala dan niskala sebagaimana diatur dalam Atharwa Weda, kemudian psikolog Barat: Sperman & Reven (1938) menyatakan bahwa kondisi ideal untuk hidup bersih dan sehat atau “Living Healthy” meliputi unsur-unsur: physical, emotional, sosial, intelektual, dan spiritual. Beberapa cendekiawan Hindu berpendapat bahwa membersihkan tubuh, pikiran, jiwa (atma) dan akal (budi) dilaksanakan bersama-sama, seperti yang disebutkan dalam salah satu sloka Silakrama:

ADBHIR GATRANI SUDYANTHI, MANAH STYENA SUDYANTHI, WIDYATTAPOBHYAM BHRTATMA, BUDHIR JNANENA SUDYATI
Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, jiwa (atman) dibersihkan dengan ilmu, dan akal (budi) dibersihkan dengan kebijaksanaan.

Pendapat saya agak berbeda dengan Sperman & Reven dalam urut-urutannya saja, sebagai berikut: Spiritual, Emotional, Intelektual, Physical, dan Sosial dengan pertimbangan bahwa unsur Spiritual yang tergolong aspek niskala sangat besar pengaruhnya pada unsur-unsur Emotional, Intelektual, Physical, dan Sosial. Empat yang terakhir ini saya golongkan pada aspek skala. Pola Hidup Bersih dan Sehat pada aspek niskala dapat digambarkan sebagai kesucian atman (jiwa/ rohani), pikiran, dan akal (budi) yang diperoleh dari upaya yang terus menerus mempelajari dan melaksanakan ajaran-ajaran Agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari (kehidupan spiritual). Titik pangkalnya adalah keyakinan yang kuat akan adanya Hyang Widhi.
Ada pandangan Hindu Ortodok atau Astika yang mengenalkan Sad Dharsana (enam filsafat), yaitu: Mimansa, Vedanta, Sankhya, Yoga, Nyaya, dan Vaisesika. Diantaranya yang menarik adalah filsafat Nyaya menyatakan bahwa keyakinan akan adanya Hyang Widhi didapat melalui empat pramana (pengetahuan), yaitu:
  1. Agama Pramana (mempelajari kitab-kitab suci)
  2. Pratiyaksa Pramana (merasakan atau mengalami langsung dengan jelas dan nyata)
  3. Anumana Pramana (menarik kesimpulan berdasarkan logika dari unsur-unsur gerakan, sebab-akibat, keharusan, kesempurnaan, dan keteraturan)
  4. Upamana Pramana (analogi, yaitu kesimpulan berdasarkan perbandingan dari unsur-unsur metafora/ penciptaan, struktural/ bahan penciptaan, dan kausal/ akibat dari suatu sebab)
Setelah meyakini kebesaran dan kekuasaan Hyang Widhi maka manusia mencari jalan menuju kepada-Nya melalui catur marga:
1.     Bhakti Marga (menyembah, memuja, menghormati, dan menyayangi)
2.     Karma Marga (bekerja, berbuat mencapai tujuan hidup dilandasi ajaran Weda)
3.     Jnana Marga (mempelajari kitab suci sebagai sumber ilmu pengetahuan kemudian menyebarkannya kepada umat seluas-luasnya)
4.     Yoga Marga (olah badan dan pikiran untuk menghubungkan atma dengan parama atma)
Keempat jalan ini tidak dilaksanakan sendiri-sendiri, namun serentak menurut perimbangan bobot kemampuan masing-masing. Dalam menempuh catur marga itu ada rambu-rambu Agama yang patut dilaksanakan antara lain:
1. Catur Purushaarta: dharma, artha, kama, dan moksa, yang urutannya tidak boleh ditukar karena tiada artha dapat diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa artha, seterusnya tiada moksa diperoleh tanpa melalui dharma, artha, dan kama.
2. Sistacara: kehidupan suci yang membentuk susila.
3. Sadacara: taat pada peraturan atau perundang-undangan yang sah.
4. Atmanastusti: memelihara hati nurani yang suci.
5. Menjauhkan diri dari Sad Tatayi: agnida (membakar rumah atau memarahi seseorang), wisada (meracun orang), atharwa (memakai ilmu hitam), sastraghna (mengamuk), dratikrama (memperkosa), rajapisuna (memfitnah)
6. Waspada pada Sad Ripu yang ada pada diri kita: kama (nafsu), loba (serakah), kroda (marah), mada (mabuk), moha (sombong), matsarya (cemburu, dengki, irihati).
7. Laksanakan Trikaya Parisudha: kayika (perbuatan yang baik, yaitu: tidak membunuh, mencuri, berzina); wacika (perkataan yang baik, yaitu tidak berkata-kata kasar, kotor dan fitnah, serta berkata jujur); manacika (pikiran yang baik, yaitu: tidak dengki dengan kepunyaan orang lain, percaya dengan hukum karma phala, dan sayang kepada semua mahluk).
8. Senantiasa melakukan Asada Brata: dharma (taat pada hakekat kebenaran), satya (setia pada nusa, bangsa, negara), tapa (mengendalikan diri), dama (tenang dan sabar), wimatsarira (tidak dengki, iri, serakah), hrih (punya rasa malu), titiksa (tidak gusar), anasuya (tidak bertabiat jahat), yadnya (berkorban), dana (dermawan), dhrti (mensucikan diri), ksama (pemaaf).
9. Kemampuan mengendalikan Dasa Indria: srotendria (pendengaran), twakindria (alat peraba/ kulit), granendria (penciuman), caksundria (penglihatan), wakindria (lidah), panindria (gerakan tangan), payundria (membuang kotoran), jihwendria (gerakan kaki), pastendria (alat kelamin).
10. Mengendalikan diri melalui Yama Brata: anrsamsa (tidak egois), ksama (pemaaf), satya (setia), ahimsa (tidak membunuh/ menyakiti), dama (sabar dan tenang), arjawa (tulus ikhlas), pritih (welas asih), prasada (tidak berpikir buruk), madhurya (bermuka manis secara tulus), mardawa (lemah lembut).
11. Menegakkan disiplin melalui Niyama Brata: dana (dermawan), ijya (bersembahyang), tapa (mengendalikan diri), dhyana (menyadari kebesaran Hyang Widhi), swadhyaya (rajin belajar), upasthanigraha (menjaga kesucian hubungan sex), brata (mengekang nafsu), upawasa (puasa), mona (berbicara hati-hati), snana (menjaga kesucian bathin).
12. Mengatur kehidupan dalam Catur Ashrama, yaitu: brahmacari (belajar/ menuntut ilmu), griya hasta (berumah tangga dan mengembangkan keturunan), wanaprasta (mengurangi ikatan kepada kenikmatan dunia), bhiksuka (mensucikan diri dengan mewinten/ mediksa).
Apabila keempat marga dilaksanakan dengan baik maka manusia akan memiliki sad guna:
1.                  Sandhi (mudah keluar dari kesulitan hidup)
2.                  Wigrha (berpengaruh)
3.                  Jana (perkataannya dituruti)
4.                  Sana (selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan)
5.                  Wisesa (bijaksana, berwibawa, mudah menaklukan adharma)
6.                  Srya (mendapat simpati/ disenangi)
Pribadi-pribadi yang dalam keadaan sad guna akan membiaskan vibrasi pada kelompok manusia yang ada di sekitarnya sehingga terwujudlah masyarakat yang bercirikan:
1.                  Satyam (taat beragama)
2.                  Siwam (kasih sayang)
3.                  Sundaram (sejahtera materiil dan immateriil)
Satyam, Siwam, Sundaram adalah unsur-unsur yang sangat menentukan upaya manusia mencapai moksartham jagadhita (kebahagiaan lahir/ bathin). Pola Hidup Bersih dan Sehat pada aspek skala dapat digambarkan sebagai kebersihan dan kesehatan diri (fisik) serta kebersihan dan kesehatan lingkungan. Kebersihan dan kesehatan diri perlu dijaga karena dengan badan (sarira) yang bersih dan sehat manusia dapat melaksanakan catur purusha artha, yaitu: dharma, artha, kama, dan moksa, sebagaimana disebutkan dalam Brahma Purana 228.45:

DHARMA ARTHA KAMA MOKSHANAM SARIRA SADANAM
Badan hendaknya dijaga agar jangan digunakan untuk tujuan selain mencapai catur purusha artha; bila terjadi penyimpangan berarti hidup tersia-sia.

Menjaga kebersihan, kesehatan dan kesucian badan dalam ajaran Yoga Sutra Patanjali disebut sebagai sauca. Sauca artinya suci lahir bathin melalui kebersihan dan kesehatan badan serta kesucian bathin. Oleh karena kebersihan pangkal kesehatan, maka kesehatan badan dapat mempengaruhi kesucian jiwa. Demikian pula kesucian jiwa dapat mempengaruhi kesehatan jasmani. Badan dalam Kitab Wrehaspati Tattwa disebut sebagai stula sarira terdiri dari unsur-unsur panca mahabutha, yaitu pertiwi, apah, bayu, teja, dan akasa. Kesehatan dicapai bila keseimbangan kelima unsur itu terjaga dengan pengaturan komposisi Tri Guna, yaitu Satwam, Rajas, dan Tamas.
Satwam menyangkut perilaku yang tenang, Rajas menyangkut aktivitas badan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan Tamas menyangkut perlunya memberi waktu yang cukup untuk beristirahat/ bersantai/ berrekreasi. Upaya menjaga kesehatan atau keseimbangan panca mahabutha dalam tubuh menurut Ayur Weda dilakukan dengan tiga hal, yaitu:
Pertama: dengan menjaga makanan (Ahara). Tidak sembarang makanan baik untuk kesehatan. Makanan yang baik dan bermanfaat untuk badan disebut sebagai Satvika Ahara.
Bhagawadgita XVII (Sraddhatraya vibhaga yoga)

Sloka 8:
AYUHSATTVABALAROGYA, SUKHAPRITIVIVARDHANAH, RASYAH SNIGDHAH STHIRA HRIDYA, AHARAH SATTVIKAPRIYAH
Makanan yang memberi hidup, kekuatan, tenaga, kesehatan, kebahagiaan dan kegembiraan yang terasa lezat, lembut, menyegarkan dan enak sangat disukai (sattvika).

Sloka 9:
KATVAMLALAVANATYUSHNA, TIKSHNARUKSHAVIDAHINAH, AHARA RAJASASYE SHTA, DUHKHASOKAMAYAPRADAH
Makanan yang pahit (bukan obat), masam, asin, pedas, banyak rempah, keras, dan hangus yang menyebabkan kesusahan, kesedihan dan penyakit.

Sloka 10:
YATAYAMAM GATARASAM, PUTI PARYUSHITAM CHA YAT, UCHCHHISTAM API CHA MEDHYAM, BHOJANAM TAMASAPRIYAM
Makanan yang usang, hilang rasa, busuk, berbau, bekas/ sisa-sisa dan tidak bersih adalah makanan yang sangat buruk.

Kesimpulannya, makanan yang baik adalah makanan yang berguna untuk:
·                     Memperpanjang hidup (ayuh)
·                     Mensucikan atma (satvika)
·                     Memberi kekuatan fisik (bala)
·                     Menjaga kesehatan (arogya)
·                     Memberi rasa bahagia (sukha)
·                     Memuaskan (priti)
·                     Meningkatkan status kehidupan (vivar dhanah)
makanan baik tersebut harus:
·                     Mengandung sari (rasyah)
·                     Sedikit lemak (snigdhah)
·                     Tahan lama (sthitah)
·                     Menyenangkan (hrdyah)
·                     Tidak merusak ingatan atau mabuk (amada)
Kedua: dengan Vihara, yaitu berperilaku wajar, misalnya tidak bergadang, terlambat makan (kecuali sedang upawasa), menahan hajat buang air, berdekatan dengan orang yang berpenyakit menular, tidur berlebihan, dan menghibur diri berlebihan.
Ketiga: dengan Ausada, yaitu secara teratur minum jamu (loloh) yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Selain itu, badan juga perlu dirawat dengan keseimbangan gerak dan peredaran tenaga (prana) ke seluruh tubuh antara lain dengan berolah raga, atau dalam agama Hindu dengan melakukan Yoga Asana dan Pranayama secara rutin setiap hari.
Kebersihan dan kesehatan lingkungan perlu dijaga karena berkaitan erat dengan kebersihan dan kesehatan manusia. Yang dimaksud dengan lingkungan adalah alam semesta. Lontar Ganapati Tattwa pada Bab I menguraikan bahwa pada awal penciptaan semesta (Bhuwana Agung), Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Panca Dewata menjaga kelestarian alam sebagai berikut:
1.                  Brahma bertempat di selatan menjaga bumi (pertiwi)
2.                  Wisnu di utara menjaga air (apah)
3.                  Rudra di barat menjaga matahari, bulan, dan bintang (teja)
4.                  Iswara di timur menjaga udara (bayu)
5.                  Sadasiwa di tengah menjaga ether (akasa)
Pertiwi, apah, teja, bayu, dan akasa disebut sebagai Panca Mahabutha. Setelah semuanya dijaga dan setelah terciptanya binatang dan tumbuh-tumbuhan barulah Panca Dewata menciptakan manusia sebagai berikut:
1.                 Brahma dan Wisnu menciptakan tubuh dengan sarana tanah (pertiwi) dan air (apah)
2.                  Rudra menciptakan mata dari teja
3.                  Iswara menciptakan nafas dari bayu
4.                  Sadasiwa menciptakan suara dari akasa
Kelima unsur yang membentuk tubuh manusia ini disebut sebagai Bhuwana Alit. Dengan demikian maka jelaslah bahwa unsur-unsur Bhuwana Agung sama dengan unsur-unsur Bhuwana Alit. Atau dengan kata lain tubuh manusia pun disebut sebagai Panca Mahabutha.
Bila manusia ingin hidup bersih dan sehat maka manusia juga mempunyai kewajiban memelihara Bhuwana Agung bersih dan sehat, sebab jika Bhuwana Agung tidak bersih dan tidak sehat mustahillah manusia bisa hidup bersih dan sehat. Dalam ajaran catur marga tentang Bhakti Marga disebutkan bahwa wujud kecintaan seorang bhakta kepada Hyang Widhi tercermin juga pada cinta dan kasih sayangnya kepada semua ciptaan-Nya, termasuk alam semesta.
Kitab Manawa Dharmasastra Bab IV (Atha Caturtho Dhyayah)

Sloka 52:
PRATYAGNIM PRATISURYAM CA PRATISOMODAKAD WIJAN, PRATIGAN PRATIWATAM CA PRAJNA NASYATI MEHATAH
Kecerdasan seseorang akan sirna jika ia kencing menghadapi api, matahari, bulan, dalam air sungai, menghadapi Brahmana, sapi atau arah angin.

Sloka 56:
NAFSU MUTRAM PURISAM WA STHIWANAM WA SAMUTSRJET, AMEDHYA LIPTA MENYADWA LOHITAM WA WISANI WA
Hendaknya ia jangan kencing atau berak dalam air sungai, danau, laut, tidak pula meludah, juga tidak boleh berkata-kata kotor, tidak pula melemparkan sampah, darah, atau sesuatu yang berbisa atau beracun.

Menjaga kebersihan dan kesehatan baik secara skala maupun niskala seperti yang dikemukakan di atas tidak hanya merupakan kewajiban manusia perorangan yang taat beragama , tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah seperti yang diajarkan oleh Resi Kautilia dalam kitab Chanakya Nitisastra, bahwa seorang raja (kepala pemerintahan) wajib memelihara kelestarian sumber-sumber alam, kebersihan pemukiman, kesehatan jasmani dan rohani rakyatnya agar negara kuat makmur dan damai.

DAFTAR BACAAN
Lad, Vasant. Ayur Veda. Surabaya : Paramitha, 2009
Cundamani, Bagaimana Umat Hindu Menghayati Keberadan Hyang Widhi. Surabaya : Paramita, 1998.






[1] Vasant land dan Robert E. Svobodo, Ayurveda, terj : Agus Mantik. (Surabaya : Paramitha, 2007), hal  ix.
[2] Ibid 

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Menjaga Kebersihan Menurut Ayur Veda"